Dibalik 40 Hari: Berpuasa dan Berpantang
Seputar Katolik Vol. 1 oleh Keluarga Kecil 2018
Halo KUKTEKers, edisi pertama SEPIK ini bertepatan jatuh pada masa prapaskah, dimana pada masa ini kita sebagai orang Katolik mempunyai adat dan tradisi untuk pantang dan berpuasa. Namun, masih banyak diantara kita yang bertanya apakah hal semacam ini wajib untuk dilakukan atau tidak dan apa batasan-batasan lain yang boleh atau tidak boleh dilakukan. Sebelum kita mengetahui tentang peraturan-peraturan tersebut, ada baiknya bagi kita mengetahui alasan-alasan mengapa kita mempunyai tradisi untuk berpantang dan berpuasa dalam Agama Katolik sehingga kita bisa melakukannya dengan penuh kasih dan tanpa paksaan.
Puasa dan pantang merupakan salah satu cara yang dapat kita lakukan untuk bertobat dan mendekatkan diri kita kepada Tuhan, mengingat bahwa kita turut ambil bagian dalam pengorbanan Yesus yang walaupun sebenarnya tidak berarti apa-apa bila kita bandingkan dengan apa yang dilakukan Yesus sendiri, yakni wafat di kayu salib demi menebus dosa-dosa kita. Durasi puasa dan pantang ini ditetapkan 40 hari lamanya mengingat bahwa Yesus sendiri telah berpuasa selama 40 hari dan malam di padang gurun sebelum memulai karya penyelamatan-Nya (lih. Mat 4: 1-11; Luk 4:1-13)., yakni wafat di kayu salib. Dengan begitu, alangkah baiknya apabila kita memberanikan diri kita untuk bisa mengambil bagian dalam karya keselamatan Allah dengan menyatukan pengorbanan kita dengan pengorbanan Yesus dan mendoakan keselamatan dunia.
Hal tentang berpuasa dan berpantang juga tercantum di Kitab Hukum Kanonik Gereja Katolik. Inti dari hukum-hukumnya tersebut ialah
-
Kan. 1249, menjelaskan bahwa kita sebagai Umat Katolik wajib untuk melakukan tobat.
-
Kan. 1250, hari dan waktu tobat ialah setiap hari Jumat sepanjang tahun, dan masa prapaskah.
-
Kan. 1251, pantang hendaknya dilakukan setiap hari Jumat sepanjang tahun, sedangkan pantang dan puasa hendaknya minimal dilakukan pada hari Rabu Abu dan Jumat Agung.
-
Kan. 1252, mereka yang wajib berpantang ialah mereka yang berumur 14 tahun, sedangkan yang wajib berpuasa ialah mereka yang berusia 18 tahun sampai awal tahun ke-60.
-
Kan. 1253, konferensi para Uskup dapat menentukan bagian detail dari berpantang dan berpuasa. Bentuk-bentuk tobat lain (karya amal-kasih dan latihan-latihan rohani) dapat menggantikan seluruh atau sebagian wajib puasa dan pantang.
St. Theresia dari Liseux berkata, “Lakukanlah perbuatan-perbuatan kecil dan sederhana, namun dengan kasih yang besar.” Hal ini mengungkapkan bahwa kita sebagai orang Katolik harus bisa melaksanakan pantang dan puasa dengan tujuan untuk mengasihi sesama kita dan membantu mereka yang membutuhkan uluran tangan kita. Janganlah kita berpuasa dan berpantang lalu orang lain jadi mengetahui hal tersebut sebab Tuhan tidak menghendakinya. Yesus pernah berkata “Apabila kamu berpuasa, Janganlah muram mukamu seperti orang munafik. Mereka mengubah air mukanya, supaya orang melihat bahwa mereka sedang berpuasa. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya. Tetapi apabila engkau berpuasa, minyakilah kepalamu dan cucilah mukamu, supaya jangan dilihat oleh orang bahwa engkau sedang berpuasa, Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya Melainkan hanya oleh Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu.” (Mat.6:16-18).
Ingat bahwa berpuasa dan berpantang bukan hanya berarti kita tidak melakukan hal yang kita biasa atau sukai, melainkan kita juga bisa melakukan sesuatu secara lebih dan konsisten yang memberikan dampak baik bagi hidup kita dan sesame. Contohnya, berdoa setiap bangun dan hendak tidur, mengikuti misa harian, secara rutin berdoa Rosario, menggalang dana untuk membantu mereka yang kurang beruntung, dll.
Referensi: